Buliran peluh yang membalur di wajah seolah dibiarkan oleh Agus. Pria, 40 tahun ini tetap saja menekuni pekerjaannya untuk terus mengesol atau mereparasi sepatu pelanggannya. Keria sebagai tukang servis sepatu yang sudah belasan tahun, bagi Agus benar-benar dinikmatinya, bahkan is mengaku sangat senang dengan pekerjaannya itu.
Apa yang dikakukan Agus ini, juga sama dilakukan oleh beberapa tukang sol sepatu yang kehariannya mangkal di sisi barat Gedting Bank Indonesia (BI) –atau Jalan Bubutan belahan utara. "Setiap hari, ya begini ini. Kalau sedang ramai, penclapatan bisa banyak. Kalau sedang apes, bisa cuma dapat Rp 10.000," ucap Agus dengan sabar. Ayah tiga anak ini, memang mencoba mengantang rezeki di `rimba'Kota Pahlawan dengan keahlian yang dipunyainya. la mengaku, mewarisi keahlian mereparasi sepatu dari ayah mertuanya yang ash Solo.
Dan, usaha yang mulanya digeluti oleh segelintir orang di Surabaya itu berkembang pesat. Bagi Agus, masalah rezeki hares diupayakan, sehingga Allah benar-benar memberinya. "Saga sangat yakin kalau rezeki itu yang mengatur Gusti Allah, sedangkan manusia itu hanya mampu berikhtlar," ujar Agus.
Saat ini, tukang reparasi sepatu yang biasa mangkal di kawasan yang lalulintasnya ramai itu mencapai 50 orang. "Namanya rezeki, jadi banyak seclikitnya yang kits terima adalah pemberian Allah. Jadi, nggak ada istilah persaingan di sini," tutur Agus. Meskipun tanpa persaingan, bukan berarti para penyedia jasa ini seenaknya mengerjakan order yang datang. Ketelitian, kerapian, clan kualitas menjadi modal mereka untuk menjerat hati para pelanggan. Tak jarang, seorang pengguna jasa reparasi sepatu selalu datang ke tempat yang sama untuk memperbaiki sepatu, bahkan tas yang rusak.
Jika bulan Ramadan, atau menjelang tibanya Hari Raya Idul Fitri, Agus sexing mendapat uang tip dari pelanggannya. Bahkan ada salah sate pelanggannya, yang memberikan zakat mal kepadanya. Tentu, pemberian zakat mal ini bagi Agus sangat berharga karena bisa untuk membelikan baju lebaran anak-anaknya.
Soal pelanggan, memang boleh jadi disebut rezeki. Seperti Tomo Rahario, 41 tahun, misalnya. Laki-laki asli Sukohado, Solo, Siang itu didatangi sepasang suami istri. "Mereka itu pelanggan saya. Setiap kah sepatu mereka membutuhkan reparasi atau tasnya perlu dibenerin, mereka selalu datang ke sini," ujar Tomo. Maka, para tukang reparasi sepatu yang kebanyakan berasal dari Sukoharjo itu tidak pernah main-main mengerjakan tugas mereka. "Pokoknya, tidak kalah dengan hasil kerjaan reparasi yang ada di toko-toko," sergah Agus menimpali.
Awal mulanya, sekitar era tahun tujuh puluhan, belasan penyedia jasa ini mangkal di Jalan Kebon Rojo, di depan gedung Kantor Pos Surabaya. Lambat lawn, jumlah tukang reparasi terus bertambah sehingga sebagian berinisiatif untuk pindah ke sebelah baratnya. "Makin lama makin banyak. Termasuk saya, yang memutuskan untuk mangkal setelah menjadi tukang reparasi keliling beberapa lama," tutur Suroto, 26 tahun, tukang sol sepatu lainnya.
Para tukang sol sepatu ini, rata-rata bertempat tinggal di kawasan Dupak Baru. Mereka kontrak rumah untuk ditempati bersama. Tiga bulan sekali mereka pulang kampung di Sukoharjo. "Pada prinsipnya, kerja apa pun termasuk menjadi tukang sol sepatu seperti saya ini adalah ibadah. Dan, yang terpenting apa yang kami kerjakan itu hasilnya halal," kata Agus sembari pamit ke Musalah dekat gedung DPRD Jatim, Jalan Indrapura untuk menunaikan Shalat Ashar.
No comments:
Post a Comment