Sunday, March 13, 2011

Masyarakat Islam yang Sebenar-Benarnya (2)

Oleh: Kiageng AF Wibisono

لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوا مِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ
(15)Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun".
[QS. Saba' (34): 15]
Selain sifat dan karakter bangunan dan jasad, Surat Ali Imran: 159 menjelaskan sifat dan semangat ummah adalah sikap welas asih, tidak keras kepala, pemaaf, mempunyai dan mengembangkan tradisi syura dalam menyelesaikan berbagai masalah dan melibatkan Allah swt dalam segala ak­tivitas dengan keyakinan Dia akan memberikan yang terbaik. Karakter lain sebagai yang dijelaskan dalam surat al-Maidah: 54 adalah berjiwa 'izzah (pede) terhadap siapapun (termasuk yang tidak seaqidah), dan mengaitkan segala aktivitasnya dalam kerangka perwujudan mencari ridha dan ekpresi cinta kepada Allah dan rasul-Nya.

Mereka (ummah) mengembangkan sikap terbuka dan tole-ran dalam berelasi dengan ummah lain yang tidak seaqidah. Mereka menyadari bahwa keanekaragaman keyakinan adalah suatu yang niscaya dan sudah menjadi sunnatullah, meski mereka memahami bahwa keyakinan yang dimiliki oleh umat semula hanya satu; yakni beriman kepada Allah, tidak kufur dan tidak musyrik kepada-Nya. Dalam Tafsir al-Thabaari (Juz IV, hal. 280), Al-Thabariy berpendapat bahwa keyakinan umat pada mulanya hanya satu. Yakni, yakin dengan keesaan Allah, tidak kufur dan tidak musyrik kepadanya. Hal ini didasarkan pada QS Yunus/10: 19.

Kesadaran bahwa Allah sengaja membiarkan adanya keaneragaman keyakinan adalah mendorong umat Islam untuk selalu berlomba memberikan dan membuktikan din sebagai yang terbaik. Dalam upaya berlomba memberikan dan mem­buktikan din sebagai yang terbaik itu, ummah mengesamp­ingkan cara-cara kekerasan dan yang dapat merusak. Sebab, hal ini tidak sejalan dengan keumuman larangan melakukan kerusakan sebagai yang terdapat dalam surat al-Baqarah: 205 dan al-A'raf: 56.

Namun deinikian, mereka juga tetap pada keyakinan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan menyelamatkan dalam pandangan Allah swt. Keyakinan ini didasarkan pada surat Ali Imran: 19, yang artinya sesung­guhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Inilah agaknya model pluralisme yang dikembangkan ummah: tetap pada aqidah yang diyakini dengan tetap menghargai dan menghormati keanekaragaman keyakinan.

Karakter ummah yang lain, sebagai yang dijelaskan dalam surat al-Baqarah: 143 adalah moderat dan teladan, serta tidak ke kin dan tidak pula ke kanan, tidak kaku dan tidak pula permisif dalam menjalankan syariah (QS. 1: 6-7). Pandangan­nya terhadap kehidupan dunia mencerminkan sikap tengahan. Pemahaman ummah terhadap agama mencerminkan adanya integrasi tekstualitas, kontekstualitas dan historisitas.
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
(77)Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
[QS. al-Qashash (29): 77]
Ayat ini di dipahami secara integratif bahwa kebahagiaan hidup di akhirat hanya dapat diwujudkan dengan fasilitas yang ditawarkan oleh kehidupan di dunia. Dunia tempat menanam, dan akhirat adalah tempat segala yang ditanam di dunia dipanen. Tidak ada sikap tenggelam dalam kenikmatan materi dengan mengabaikan kehidupan spiritual. Sebaliknya tidak ada sikap tenggelam dalam kehidupan spiritual dengan mengabaikan kehidupan dunia. Dalam memahami agama juga mencerminkan pandangan tengah, tidak harfiah dengan kehi­langan kontekstualitas atau sebaliknya, tidak mendahulukan spirit teks dengan mengabaikan tekstualitas.

Semua keyakinan dan aktivitas serta karakter ummah itu lahir dan tumbuli dari semangat bertauhid. Dalam konteks ini, tauhid tidak hanya berbentuk keyakinan yang diucapkan semata, akan tetapi selalu terejawantahkan dalam fikrah dan wujud aktivitas.

Dalam surat Ibrahim: 24-25, Allah melukiskan tauhid bak sebuah pohon yang berakar kuat, rindang dan selalu mem­berikan buahnya secara disiplin dan tanpa diminta. Ummah bertauhid adalah ummah yang berkeyakinan kokoh, dapat memberikan rasa aman, nyaman, dan damai, serta memberi manfaat pada siapa saja.
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
(24)Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,
(25)pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.
[QS. Ibrahim (14): 24-25]

Baldah Thayyibah
Selain ummah, kosakata yang juga dijadikan referensi 'masyarakat Islam yang sebenar-benarnya' adalah baldah thayyibah. Kata ini terdapat pada surat Saba': 15, yang secara keseluruhan berbunyi sebagai berikut:
لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوا مِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ
(15)Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun".
[QS. Saba' (34): 15]
Dalam Tafsir Mishbah, Quraish Shihab melukiskan negeri Saba' sebagai negeri yang aman sentosa, melimpah rezekinya yang mudah didapatkan oleh penduduknya. Negeri yang penduduknya mempunyai pola hubungan harmonis sehingga kesatuan dan persatuan antar penduduk dapat terpelihara dengan baik.

Menurut Al-Qurthubiy dalam Tafsir al-Qurthubiy (juz I, hal. 178), adanya anak kalimat wa rabb ghafuur di belakang baldah thayyibah mengisyaratkan bahwa rezeki yang didapat adakalanya halal dan adakalanya haram. Aktivitas penduduk­nya juga tidak Input dan kemungkinan dosa dan durhaka. Akan tetapi, wa rabb ghafuur agaknya menunjukkan bahwa penduduk Saba' relatif cepat menyadari kekeliruan dan ke­khilafan untuk kemudian meminta maaf. Karena itu, maka ada penegasan bahwa Allah adalah Maha Pengampun.

Di samping itu, terciptanya keamanan, kesentosaan, dan kedamaian, juga kemakmuran dan kemudahan mendapatkan rezeki, tentulah lahir dan kesadaran bahwa mereka merupakan hamba Allah yang diberikan amanah (QS al-Ahzaab/33: 72) sebagai wakil Allah di bumi (QS al-Baqarah/2: 30). Tugas yang harus diemban oleh manusia sebagai wakil atau penggan­ti Allah di bumi (dunia) adalah membuat kemakmuran bumi (dunia) dengan kemampuan mengatur dan membangun serta menciptakan dan memelihara keamanan dan ketertiban sesuai dengan tuntutan dan tuntunan syariah. (QS al-An' aam/6: 165 dan QS Huud/11: 61).

Dari surat Saba' ayat 15 ini, diperoleh informasi bahwa sifat ummah yang lain adalah, cepat menyadari kesalahan dan kekhilafan untuk kemudian meminta maaf sehingga ummah terhindar dari dosa dan durhaka yang berkepanjangan. Di samping itu, ada kesadaran ummah bahwa mereka bertugas mewujudkan amanah sebagai wakil atau pengganti Allah di bumi (dunia) membuat kemakmuran bumi (dunia) dengan kemampuan mengatur dan membangun serta menciptakan dan memelihara keamanan dan ketertiban sesuai dengan tuntutan dan tuntunan syariah (QS al-An'aam/6: 165 dan QS Huud/11: 61). Apa yang mereka lakukan ini sesungguhnya merupakan wujud dari semangat beribadah, berishlah dan berihsan.

Dari uraian di atas dapat dikemukakan sebagai catatan akhir bahwa masyarakat Islam yang sebenar-benarnya ada­lah masyarakat tauhid yang moderat, teladan, inklusif dan toleran, solid dan peduli sesama, serta mempunyai kesadaran mengemban amanah sebagai wakil Allah swt di bumi yang bertugas menciptakan kemakmuran, keamanan, kenyama­nan dan keharmonisan serta cepat menyadari kesalahan dan kekhilafan untuk kemudian meminta maaf sehingga ummah terhindar dan dosa dan durhaka yang berkepanjangan sebagai upaya mendapatkan kebahagiaan di akhirat.

Wallahu A 'lam bi al-Shawab

No comments:

Post a Comment