Sunday, September 12, 2010

Meraih Khusyu' dalam Shalat

Oleh: Drs Achmad Zuhdi DH, Mfill.
Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus PW Muhammadiyah Jatim
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُون
الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُون
(1) Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
(2) (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya,
[QS. al-Mu'minuun (23): 1-2]
Sejak kecil kita sudah diajari bagaimana tata-cara shalat, tetapi tidak pernah diajari bagaimana cara meraih khusyu' dalam shalat. Karena pada umumnya sang guru berang­gapan bahwa meraih khusyu' dalam shalat itu sangat sulit. Akibatnya kita melakukan shalat hanya dengan menghafal bacaan dan gerakan-gerakan tanpa ruh. Sampai-sampai ketika Ramadhan tiba, banyak imam shalat tarawih yang adu cepat dalam menyelesaikan shalatnya. Biasanya sebuah mushalla atau masjid yang imamnya cepat, di situ akan banyak penggemarnya.

Benarkah meraih shalat khusyu' itu sulit? Jawabannya ter­gantung bagaimana cara memandang dan mengusahakannya. Meraih khusyu' dalam shalat akan terasa sulit jika sebelumnya seseorang beranggapan bahwa (1) tidak mungkin bisa shalat dengan khusyu', kecuali orang-orang yang istimewa seperti para wali; (2) shalat itu hanyalah kewajiban yang dibebankan kepada manusia.

Seseorang insyaAllah akan berhasil meraih khusyu' dalam shalat jika memiliki sikap dan pandangan bahwa setiap orang berpotensi dapat meraih khusyu' karena tidak mungkin Allah memerintahkan dan memberi beban kepada umatnya yang tidak akan mampu melakukannya. Selain itu, perintah shalat sebenarnya bukanlah sekedar kewajiban yang harus ditu­naikan, tetapi juga kebutuhan dan sarana bagi manusia untuk meraih kebahagiaan dan kesuksesan. Allah swt berfiman:
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِين
الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُون
(45) Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',
(46) (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.
[QS. al-Baqarah (2): 45-46]
Ada beberapa petunjuk dari Rasulullah saw bagaimana cara melakukan shalat yang benar sehingga dapat meraih kekhusyu'an. Pertama, berniat ikhlas semata-mata karena Allah. Niat ikhlas adalah kesadaran untuk melakukan shalat karena Allah semata dengan cara mempersatukan aktifitas otak kiri dan otak kanan sehingga menghasilkan kontak 'nyam­bung' dengan Allah yang menjadi pusat persembahan.

Kebanyakan yang terjadi di masyarakat, ternyata niat ha­nya difahami sebagai 'membaca niat'. Niat dengan pengertian seperti ini, kata Abu Sangkan, tidak akan membawa dampak apa-apa terhadap shalat yang dilakukan. Niat seharusnya merupakan awal pekerjaan yang penuh kesadaran yang meli­puti pikiran, hati dan perbuatan. Jika dalam melakukan shalat dimulai dengan niat yang benar, maka insyaAllah akan mudah meraih khusyu' dalam shalatnya. Nabi saw bersabda:
Dari Abu Umamah al-Bahili, is berkata:
Nabi saw bersabda:
"Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amalan yang tidak didasari dengan niat yang ikhlas dan semata-mata untuk mendapatkan ridha-Nya.
(HR al-Nasa-i. Syekh al-Albani menilai hadits ini hasan-shahih)
Cara yang kedua adalah meneladani shalat Rasulullah saw. Syekh al-`Utsaimin dalam kitabnya Fiqh al-Ibadat (hal. 337-338), mengatakan bahwa ada dua. syarat agar amal ibadah diterima Allah swt: ikhlas dan mengikuti sunnah Nabi. Tentang keharusan meneladani shalatnya Rasulullah Saw, disebutkan dalam Shahih al-Bukhari (III/69):
Dari Abu Qilabah, Malik berkata:
kami pernah menda­tangi Nabi Saw ..., beliau bersabda:
"Shalatlah kamu sekalian seperti yang kahan lihat cara saya melakukan shalat. "
(HR Bukhari)
Salah satu usaha untuk meraih khusyu' dalam shalat adalah dengan melaksanakan shalat secara baik dan benar sesuai petunjuk Rasulullah saw. Nabi saw memperingatkan orang yang beramal ibadah dengan asal-asalan, tidak sesuai dengan petunjuk dan perintah Rasulullah saw.
Dari Aisyah ra, Nabi saw bersabda:
Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak sesuai dengan perintah kami, maka amalan itu tertolak/sia-sia.
(HR Bukhari dan Muslim)
Ketiga, merasa melihat Allah. Untuk meraih khusyu', seseorang harus menyadari bahwa ketika berdiri menghadap kiblat, sebenarnya ia sedang ber­hadapan dengan Allah. Kesadaran ini sangat penting untuk mencapai perhatian yang fokus bahwa hanya Allah yang ada di hadapannya. Kesadaran bahwa sese­orang ketika menghadap kiblat seolah-olah melihat Allah digambarkan oleh Nabi Saw dengan istilah ihsan.
Dari Abu Hurairah ra, ia meriwayatkan bahwa Nabi Saw pernah ditanya oleh Jibril tentang opa itu ihsan, Nabi Saw kemudian menjelaskan:
"Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya (di hada­panmu) dan jika engkau tidak sanggup melihatnya maka sadarilah balnva pada saat engkau beribadah itu sedang dilihat oleh Allah. "
(HR Bukhari dan Muslim)
Keempat, berdialog dengan Allah. Shalat harus disa­dari sebagai media untuk berdialog langsung dengan Allah.

Kelima, berbisik-bisik dengan Allah Swt. Selain ada gerakan khusus, dalam shalat juga disertai bacaan atau doa pada setiap gerakan shalat. Untuk meraih khusyu', setiap bacaan atau doa dalam shalat harus di­fahami dan dihayati dengan baik. Hal ini penting agar setiap gerakan dalam shalat dapat digunakan untuk bermunajat, berbisik-bisik dengan Allah Swt. Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim:
Dari Anas ra, Nabi Saw bersabda:
"Apabila seseorang di antara kamu melakukan shalat, sesungguhnya ia sedang bermunajat (berbisik-bisik) de­ngan Tuhannya, karena itu hendaknya ia tidak meludah ke depannya dan ke sebelah kanannya, tetapi ke sebelah kiri di bawah kakinya."

Keenam, melakukan tuma'ninah setiap gerakan shalat. Tuma'minah adalah melakukan shalat dengan diam (tenang) dalam rukuk, i'tidal, sujud dan duduk di antara dua sujud. Tidak boleh terburu-buru di antara dua gerakan dalam shalat, sampai dia selesai tuma'ninah dalam posisi tertentu sesuai waktunya. Nabi Saw bersabda kepada seseorang yang tergesa-gesa dalam shalatnya:
Ulangi shalatmu, sebab kamu belum melakukan sha­lat.
(HR Baihaqi dan Thabrani)
Tentang lamanya tuma'ninah, terkadang Nabi Saw melaksanakannya dengan cukup lama sebagaimana yang digambarkan dalam hadits berikut:
Anas berkata:
"Sungguh aku tidak kuasa shalat den­gan kalian sebagaimana aku pernah melihat Rasulullah Saw shalat dengan kami."
Tsabit berkata, Anas berbuat sesuatu yang aku tidak pernah melihat kalian melaku­kannya. Apabila beliau mengangkat kepalanya dari rukuk, beliau berdiri tegak sehingga orang menduga bahwa beliau lupa (karena saking lamanya), dan apa­bila beliau mengangkat kepalanya dari sujud, beliau diam (dalam keadaan duduk) sehingga orang-orang menduga bahwa beliau lupa (karena saking lamanya)
(HR Bukhari dan Muslim)
Dari sini kita dapat memahami bahwasanya sha­lat itu bukan sekedar untuk memenuhi kewajiban tetapi juga sebagai media untuk berkomunikasi, konsultasi dan mengadu kepada Allah sebagaimana firman-Nya:
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
(14) Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.
[QS. Thaha (20): 14]

No comments:

Post a Comment