Sebagai dokter, saya sering diminta oleh suamiisteri untuk melakukan pensterilan dalam KB yang dikenal dengan fasectomi dan tubectumi. Sementara ini saya tidak berani melakukannya, takut jika KB model ini haram, karena terkait pemandulan. Untuk itu, melalui rubrik ini kami mohon dijelaskan masalah tersebut berdasarkan nash-nash al-Quran maupun hadits Nabi saw.
Dokter, RSM Surabaya
Hukum KB bagi kita sebagai bangsa Indonesia barangkali sudah tidak manjadi masalah, karena fatwa MUI sudah cukup jelas: mubah, demi pembangunan bangsa ke depan yang lebih baik, lebih berkualitas dan segi kemakmuran, pendidikan maupun kesehatan, berdasarkan firman Allah swt.
Sementara, Nabi bersabda:وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا(9)Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
[QS. an-Nisaa' (4): 9]
Abu Hurairah meriwayatkan, yang dia terimanya dari Nabi Saw, beliau bersabda: Orang mukmin yang kuat itu lebih dicintai Allah daripada orang mukmin yang lemah, namun semuanya ada kebaikannya juga. Perhatikan dengan sungguh-sungguh apa saja yang kiranya bermanfaat buat kamu dan jangan kamu merasa lemah (pesimis). Kemudian jika kamu terkalahkan oleh sesuatu (musibah), katakanlah (dalam hati): "Memang Allah sudah menakdirkan (begini) termasuk apa saja yang ia kehendaki". Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan 'seandainya' (berandai-andai ). Karena kata `seandainya' itu membuka kesempatan setan untuk bekerja (menggodamu).Dalam bahasa Arab, KB disebut tanzhimun nasl (mengatur kelahiran). Di zaman Nabi, kendati tidak langsung menyebut KB dengan tanzhimun nasl, namun praktik semacam itu sudah ada dengan sebutan `azl (memisahkan/memutuskan hubungan). Yaitu memisahkan sperma dengan ovum dalam rahim, atau menuangkan sperma di luar rahim. Barangkali tidak terlalu jauh dari istilah kita `kontrasepse. Yang dalam ber-KB ada bebarapa cara: menghindari hubungan pada masa subur, minum tablet, injeksi, pasang spiral, memakai kondom, dan steril (fasectumi dan tubectumi).
(HR Ibnu Hibban)
KB steril menjadi bermasalah karena adakaitafigia dengan pernandulan, yang tidak sesuai dengan prinsip Islam bahwa perkawinan itu hendaknya berketurunan dan tidak usah menentukan jumlahnya. Sehingga dalam dunia fiqih ada istilah ibtha' dan iqtha'. Volta' adalah memperlambat kelahiran, hukumnya boleh (mubah), sementara iqtha' memutuskan kelahiran, hukumnya haram.
Itulah keputusan MUI dalam persidangan di awal-awal gagasan KB. Tetapi sesuai perkembangan pengetahuan, temyata fasectomi dan tubectomi itu dapat dilakukan dengan memberikan gelang pada saluran sperma yang dikenal dengan `kanalisasi'. Jika sewaktu-waktu diperlukan, dapat dibuka kembali. Tak ubahnya dengan spiral, kondom, dan sebagainya, sehingga fatwa MUI yang pertama itu otomatis gugur, atau diubah dengan teori istihsan (mencari terobosan barn dengan cara yang lebih baik dan akurat) atau dalam fiqih dikenal dengan (pindah dari qiyas jali ke qiyas khafi).
Artinya, fasectomi dan tubectomi dengan sistem kanalisasi hukumnya mubah.
No comments:
Post a Comment