Tuesday, September 14, 2010

Menyeragamkan, Diseragamkan

Oleh: Iman Supriyono
Strategic Finance Specialist pada SNFConsulting,
Anggota Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PWM Jatim

Kala kecil di desa, menonton ludruk, wayang kulit atau ketoprak adalah sebuah keme­wahan. Belum tentu setahun sekali bisa menikmati kesenian tradisional ini. Maka, adalah sebuah momen penting jika sesekali ada tetangga kaya yang punya hajat dan memberikan hiburan ketoprak, wayang kulit, atau ludruk secara gratis. Jarang-jarang ada kesempatan seperti ini.

Ada dua kenikmatan menonton pagelaran seni drama tradisional itu. Yang pertama adalah menonton isi ceritanya. Salah satu yang saya suka adalah cerita tentang kesaktian para tokohnya. Dengan keris atau mantra-mantra tertentu, seorang tokoh dalam ketoprak bisa mengalahkan musuh-musuhnya yang seolah sudah tidak mungkin dikalahkan. Cerita yang masih dekat dengan kehidupan keseharian anak-anak di tengah-tengah orang-orang tua yang rata-rata masih punya keris atau senjata senjata dikeramatkan yang lain.

Kenikmatan kedua adalah musiknya. Mendengarkan gamelan langsung di dekatnya memberikan nuansa akustik yang benar eksotis. Sampai sekarang pun saya masih sangat menikmati. Band-band sekarang atau pagelaran orkestra lengkap pun di telinga saya masih kalah indah dibanding mendengarkan gamelan langsung. Bukan gamelan yang lewat rekaman atau sound system.

Begitu meninggalkan kampung halaman, jarang sekali ada kesempatan menikmati ludruk, ketoprak, atau wayang dengan gamelan akustiknya. Maka, untuk sekedar klangenan, di komputer saya banyak menyimpan file-file gending Jawa dengan iringan Baron, peking, demung, selentem, bonang, rincik kenong, kendang, kempul, gong, rebab, gambang dan sejenisnya. Beberapa file juga saya simpan di handphone sebagai nada dering saat menerima telepon atau SMS.

*****

Musik apa ini? Kok seperti musik pengiring tari-tarian di sekolah? Itulah komentar anak saya ketika pertama kali mendengarkan handphone saya berbunyi dengan nada dering gamelan. Tampak sekali ke-tidak-familiaran-nya dengan gamelan Jawa. Telinganya sudah tidak seperti telinga saya lagi. Se- hari-hari lebih sering mendengarkan nyanyian yang diiringi gitar, elekton, piano, drum, dan sejenisnya. Alat musik Barat memang selalu didengarkan tiap hari melalui radio, televisi, handphone. pemutar MP3 di komputer, di bus, mall, pasar, berbagai tempat umum, internet. game, dan di mana saja.

Bahkan yang menarik, musik seperti yang familiar di telinga anak saya juga familiar di telinga anak-anak lain di berbagai penjuru dunia. Nama-nama seperti Shakira, Britney Spears, Madonna akrab di telinga anak-anak di seluruh dunia. Tentu dengan iringan alat musik Barat. Bukan gamelan. Maka, telinga anak-anak dan hampir siapapun di seluruh dunia jadi seragam.

Keseragaman telinga dan selera musik ternyata bukanlah fenomena tunggal. Masih banyak lagi fenomena keseragaman sejenis. Di manapun di seluruh dunia, orang menyemir sepatu dengan Kiwi. Naik mobil dengan merek Toyota, Honda atau sejenisnya. Mandi dengan sabun berlogo Unilever
atau P&G. Bertransaksi dengan kartu berlogo Visa atau Master. Nongkrong di mall menikmati
kopi di Starbucks. Bekerja dengan komputer berprogram Windows dan processor Intel. Menggemari permainan bola team Spanyol. Ketemu kawan-kawan sambil makan Siang di McDonalds atau KFC. Ke kantor dengan baju kemeja dan celana panjang. Menginap dan tidur di Mercure, JW Mariot, No­votel, atau sejenisnya. Belanja di Carrefour atau Giant. Giat mengkampanyekan bahasa Inggris. Bila dilanjutkan, halaman majalah ini tidak cukup untuk menampung segala fenomena keseragaman ini.

Itulah dunia saaat ini. Dunia yang seragam. Dalam arus besar yang nyaris tak terbendung ini, hanya ada dua kemungkinan posisi: diseragamkan atau menyeragamkan. Jepang menyeragamkan dunia dengan Yamaha, Honda dan masih banyak lagi. Amerika menyeragamkan dunia dengan McD, KFC, Windows, Intel, Semir Kiwi, dan sebagainya. Korea menyeragamkan dunia dengan Hyundai, LG, Samsung dan sebagainya. Kita? Nyatalah bahwa selama ini kita pada pihak yang diseragamkan. Anak saya merasakannya. Saya juga. Anda juga. Kapan menyeragamkan? Saya menuliskan strategi untuk mencapainya dalam buku ke 8 Anda Jago Kandang atau Kelas Dunia? yang Ramadhan ini insya Allah sudah bisa Anda nikmati. Yang jelas diperlukan energi besar. Perlu kerja keras. Perlu puasa finansial untuk bisa berinvestasi. Ramadhan tahun ini moga cukup memberi energi.

Selamat berpuasa. Bisa!

No comments:

Post a Comment