Itulah sebabnya saat rapat di Komisi I membicarakan kunjungan kerja ke luar negeri, saya langsung mengusulkan agar Mesir. Ketika itu saya hanya berfikir sederhana, dengan mengunjungi parlemen dan kementerian luar negeri Mesir, secara halus kami akan mengimbau agar pintu masuk Palestina lewat Rafah, -yang berada di bawah kontrol Pemerintah Mesir dan satu-satunya jalur darat di luar Israel- diperlonggar, khususnya untuk maksud-maksud kemanusiaan. Alhamdulillah, usulan ini disetujui.
Saya ditugasi untuk berhubungan dengan Duta Besar Mesir dan Palestina di Jakarta. Saat pengurusan visa berlangsung, tiba-tiba terjadi insiden kapal Mavi Marmara. Kemarahan dan kutukan dunia diarahkan pada Israel, sementara simpati masyarakat bertambah besar pada Palestina. Situasi ini kemudian mendorong kami untuk memanfaatkan momentum dengan mengembangkan rencana yang semula hanya mengunjungi Rafah, menjadi memasuki Gaza dan Tepi Barat.
Tapi Duta Besar Mesir Mr Ahmed El Kewaisny di Jakarta hanya menyatakan, "Otoritas ada di pemerintah pusat di Kairo". Sementara Dubes Palestina Mr Fariz Mehdawi menyambut antusias rencana kami mengunjungi Ramallah. Bahkan ia berjanji akan mempertemukan kami dengan Presiden Mahmud Abbas bila beliau berada di tempat. Kami terus mendesak Dubes Mesir dan dalam waktu bersamaan menjalin hubungan dengan Dubes Indonesia di Kairo untuk meminta bantuannya melakukan kontak-kontak dengan para petinggi di Kairo.
Bapak Fahir, Dubes RI di Mesir, sampai-sampai datang secara khusus ke Jakarta untuk melakukan koordinasi. Sampai pada saat kami meninggalkan Jakarta, walau ada tanda-tanda akan bisa masuk ke Gaza, tapi kepastiannya belum juga diberikan. Bahkan tiga wartawan TV yang akan menyertai rombongan kami ditolak permohonan visanya.
Rombongan yang berjumlah 16 orang berangkat meninggalkan Jakarta dengan pesawat Emirat. Setelah melakukan penerbangan sekitar tujuh jam kami tiba di Dubai. Kami menunggu sekitar tiga jam, dan melanjutkan penerbangan ke Kairo dan menginap di Hotel Hilton Ramses, dekat sungai Nil. Rombongan kemudian menuju kota El Arish dengan bus yang ditempuh dalam waktu sekitar tujuh jam. El Arish adalah kota terdekat ke Rafah, dan ia adalah kota wisata yang menghadap Laut Mediterania bersebelahan dengan pantai Gaza.
Pintu Gerbang Jalur Gaza di Rafah, Mesir |
Bersamaan dengan itu, memasuki Gaza berarti siap atas resiko terburuk, karena di sana Pemerintah Mesir tidak lagi punya kuasa melindungi anggota rombongan, sementara kemampuan aparat Palestina terbatas. Di sisi lain, Israel bisa saja melakukan serangan setiap saat dan seluruh pojok Gaza dapat dijangkau dengan mudah oleh Israel. Karena itu, kami semua diajak berdoa semoga Allah dan diakhiri dengan kalimat 'kalaupun terjadi apa-apa insyaAllah kita dalam keadaan syahid'. Suasana hening dan tegang menyelimuti wajah anggota rombongan.
Imigrasi Mesir |
Kami disambut Wakil Ketua Parlemen Palestina Mr Ahmed Bahr dan sejumlah anggota parlemen. Ahmed Bahr mengutarakan rasa terimakasihnya atas kedatangan Parlemen Indonesia yang tentu memberi makna besar bagi perjuangan Palestine. Apalagi sejak peristiwa penembakan kapal Mavi Marmara, baru Sekjen Liga Arab Amir Musa dan beberapa perwakilan parlemen Arab yang memasuki wilayah ini. Sementara, Marzuki Alie Ketua DPR RI menyampaikan bahwa Indonesia konsisten mendukung perjuangan bangsa Palestina untuk memperoleh kemerdekaannya.
Rombongan lalu naik bus menuju gedung Parlemen. Kami melewati daerah-daerah kumuh, gedung-gedung rusak dan jalan berlubang serta berdebu. Setelah menempuh perjalanan 30-an menit, rombongan tiba di Gaza City. Kami ditunjukkan kantor pemerintahan Palestina berlantai sepuluh luluh lantak terkena serangan bom Israel tahun lalu. Kami diterima di Gedung Parlemen Palestina yang sederhana dan separuh luluh lantak terkena serangan Israel. Karena ruang pertemuan juga rusak, kami diterima di atas reruntuhannya yang ditutupi tenda.
Rombongan lalu dibawa ke kantor Perdana Menteri Ismail Haniyah serta para menteri kabinetnya. Penjagaan sangat ketat, maklum Ismail Haniyah adalah orang nomor satu di Gaza. Setelah kernatian Syech Yasin pendiri HAMMAS dan Abdul Aziz Arrantisi penggantinya, - keduanya dibunuh Israel dengan cara memberondongnya dengan senjata -, HAMMAS menyembunyikan siapa sebetulnya ketua dan para petinggi HAMMAS. Karena itu, Ismail Haniyah merupakan salah satu figur HAMMAS yang muncul ke permukaan.
Pembawaannya tenang berwibawa, saat memberi sambutan kata-katanya jelas dan kalimat yang keluar dari bibirnya penuh makna. Saat berbicara bibirnya seolah-olah terus mengumbar senyum, berbeda dengan wajah seram dan penuh siaga para pengawal yang berada di sekitarnya. Ismail Haniyah lalu memberikan kesempatan seluruh rombongan bersalaman satu persatu sekaligus mengambil foto. Pada saat yang bersamaan beliau juga menghadiahi selendang Palestina yang sudah dibubuhi tanda tangan dan namanya.
Acara terakhir, rombongan menuju Bait Lahiya di Jalur Gaza Utara. Kami sampai di sebidang tanah yang dihibahkan oleh Pemerintah Palestina untuk dibangun Al Rayan Indonesian Hospital. Kami disambut dengan drumband anak-anak Palestina. Warga masyarakat tua-muda berjajar rapi menyalami rombongan satu-persatu. menyambut antusias kedatangan kami. Setelah sambutan kedua belah pihak, Pak Marzuki Alie dan rombongan diantar untuk menandatangani sebuah prasasti tanda dimulainya pembangunan Rumah Sakit Indonesia. Pemerintah Indonesia telah mengalokasikan anggaran U$ 2 juta, ditambah dana yang dikumpulkan masyarakat melalui berbagai LSM.
Rombongan lalu kembali ke Mesir. Dalam perjalanan kami diberitahu bahwa kemarin terjadi pengeboman di Gaza. Informasi ini sengaja disembunyikan agar tidak merisaukan rombongan. Keesokan harinya kami menuju Amman, Ibu Kota Yordania. Setiba di Amman kami juga mendapat berita bahwa setelah kami meninggalkan Gaza, kembali Israel melakukan pemboman. Menurut agenda hari itu, mestinya kami langsung menuju Ramallah, tetapi ijin masuk belum juga dikeluarkan Israel. Untuk turis yang menggunakan paspor hijau, biasanya cukup diatur oleh travel dengan cara menempel kertas di paspor yang khusus dikeluarkan imigrasi Israel. Saat meninggalkan Tepi Barat, kertas ini dicopot sehingga paspor Indonesia yang mencantumkan larangan berkunjung ke Israel sama sekali tidak kena stempel Imigrasi Israel.
Tapi rombongan kami yang menggunakan paspor biru atau paspor diplomatik, mereka memaksa akan menstempelnya dan tidak mau menggunakan kertas yang ditempel sebagaimana biasanya. Setelah berdiskusi, kami menyimpulkan bahwa Pemerintah Israel sengaja akan menggunakan kedatangan kami sebagai alat politik seolah-olah Parlemen Indonesia telah mengakui Israel dengan alat bukti stempel An. Karena itu kami membatalkan rencana mengunjungi Ramallah dan Yerusalem.
Karena gagal memasuki Tepi Barat, kami menemui anggota Parlemen Palestina di kantor perwakilannya di Amman. Pertemuan berjalan lancar. Dialog dua arah berlangsung antusias sehingga menambah wawasan para peserta akan peliknya masalah yang mereka hadapi, termasuk masalah internal persaingan HAMMAS dan FATAH. Karena itu mereka diimbau agar bersatu kembali menghadapi Israel.
Dari Amman kami menuju Damaskus, ibukota Suriah, mengunjungi kantor perwakilan HAMMAS di luar negeri. Lewat kantor ini juga kebijakan luar negeri HAMMAS dikendalikan. Berada di daerah elite di antara gedung-gedung perkantoran dan kedutaan, kantor ini tidak beda jauh dengan bangunan yang berada di sekitarnya. Yang membedakan adalah penjagaan yang sangat ketat. Kami diterima Khalid Mishaal. Menurut beberapa Sumber, posisi dia di HAMMAS lebih tinggi dari Haniyah.
Seperti halnya Haniyah, Mishaal juga suka menebar senyum, kata-katanya tegas tapi bersahabat. Pesannya yang terus mengiang adalah bahwa bangsa Indonesia telah mengambil sikap yang benar dengan mendukung Palestina. cepat atau lambat Palestina akan menang karena ia berada pada jalan yang benar.
Muhammad Najib, Anggota DPR RI
No comments:
Post a Comment