Awal Januari 2011 dalam suasana Tahun Baru, pemerintah dengan bangga mengumumkan angka kemiskinan turun 1,5 juta orang. Semula 32,5 juta, turun menjadi 31 juta. Sukses penurunan itu karena pemerintah berhasil melaksanakan program yang berpihak pada orang miskin. Benarkah? Tanya kita dalam hati.
Belum lagi keraguan hilang, pada hari yang sama muncul berita dari Jepara, Jawa Tengah: enam bersaudara anak Jamhamid meninggal akibat makan tiwul. Terpaksa makan tiwul karena Jam¬hamid yang miskin tak lagi mampu membeli beras untuk makan keluar¬ganya. Peristiwa ini terasa mengiris hati. Dua hal yang"kontras. Berita pertama, penurunan jumlah orang miskin, berita kedua: enam orang mati karena miskin. Kita tidak lagi bisa tersenyum. Kalau ada senyum, boleh jadi senyum sinis.
Apakah arti sebuah angka? Sangat besar gunanya jika ang¬kanya benar. Tetapi besar juga daya sesatnya jika tidak benar. Klaim penurunan angka kemiskinan yang rasanya belum sinkron dengan kenyataan tentu tidak bisa dijawab dengan gaya Abu Nawas.
Suatu hari seorang Menteri datang ke Abu Nawas dan bertanya berapa jumlah bintang di langit. Menteri itu ingin mempermalukan Abu Nawas yang selalu tangkas memecahkan semua hal. Penguasa ingin Abu Nawas kali ini tak berkutik. "Ah, itu mudah," jawab Abu Nawas. Menteri terkejut. Abu Nawas lalu mengambil seekor domba. "Jumlah seluruh bintang di langit sama dengan jumlah bulu di kulit domba ini," kata Abu. Menteri tidak percaya. "Kalau paduka tidak percaya, silakan hitung sendiri," kata Abu sambil ngeloyor pergi. Pemerintah tentu tidak bisa mengatakan: kalau tidak percaya jumlah orang miskin turun, hitung sendiri!
Jika angka, kata-kata, pernyataan dan pidato tidak sama dengan kenyataan, orang lebih percaya pada kenyataan dan mengabaikan angka dan kata-kata. Salman Rushdie setelah ditetapkan hukuman mati oleh Ayatullah Khomeini, dia ber¬sembunyi. Setelah agak lama berlalu dan Khomeini sudah wafat, dia sekali-sekali muncul di muka umum. Wartawan bertanya apakah dia tidak takut dibunuh orang? "Tentu saja tidak!" kata Rushdie gagah.
Tiba-tiba dari luar terdengar derit mobil yang direm mendadak disertai suara ledakan knalpot. Seketika wajah Rushdie pucat pasi. Padahal suara itu adalah mobil yang naik ke trotoar. Tentu orang lebih percaya pada wajah Rushdie yang pucat pasi, dan mengabaikan pernyataannya bahwa dia tidak takut.
Angka memang mudah dimanipulasi. Juga kata-kata se-ring dibelokkan dari makna yang jujur, makna aslinya. Jika di satu tempat diberitakan terjadi kelaparan, maka esok hari pejabat setempat membantah: tidak ada kela¬paran, cuma rawan pangan. Tidak ada busung lapar, cuma kurang gizi.
Harga tidak dinaikkan, cuma disesuaikan. Karyawan tidak di PHK (pemutusan hubungan kerja), cuma dirumahkan. Aktivis tidak ditahan, cuma diamankan. Negara donor jangan disebut memberi hutang, tapi memberi bantuan. Masih banyak deretan manipulasi kata untuk menu¬tup bopeng wajah.
Dulu Menpen Harmoko sangat rajin mengumumkan daftar harga pokok, temasuk harga cabe. Ada cabe keriting, cabe rawit, cabe hijau, cabe merah, dan berbagai jenis kebutuhan dapur lainnya. "Supaya pedagang tidak menipu pembeli," kata Harmoko. Sekarang pemerintah yang suka menjaga citra, tak bakal berani mengumumkan hal serupa. Malah cabe diusulkan tidak masuk komponen inflasi supaya angkanya tidak tinggi.
Mengapa kita lebih suka memasukkan kotoran di bawah karpet supaya tidak terlihat? Bagi kita orang miskin, deretan angka tidak memberi makna apa-apa. Yang utama, beban hidup lebih ringan, harga barang terjangkau, anak-anak bisa bersekolah dan bukan berkerumun di lampu merah meminta-minta, serta tersedia lapangan kerja sehingga hidup punya harga diri. Bukan angka, juga bukan pendapatan perkapita yang dibutuhkan.
Manipulasi angka dan kata bisa jadi cermin perilaku yang sesungguhnya. Orang yang bicara benar, perilakunya cenderung benar. Sebaliknya, bicara tidak jujur, perilakunya cenderung tidak jujur.
Agaknya kita melangkah di tahun ini belum dengan keadaan cerah, meskipun pemerintah akan menyaj ikan angka-angka yang mengagumkan.يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًايُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا(70)Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar,
(71)niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.
[QS. al-Ahzaab (33): 70-71]
No comments:
Post a Comment