Friday, September 10, 2010

Orang Tua Menyakiti Anak

Diasuh Oleh: K.H. Mu'ammal Hamidy

Orangtua saya senang bermain sihir Tetapi gara-gara itu saya sebagai anak, disihir sehingga kepada terasa sakit dan tangan gemetar. Bahkan mengatakan saya ini kafir, karma saya tidak tact. Pertanyaan vaan saya, kalau saya melawan apakah saya menjadi kqfir dan berdosa? Dan bagaimana cara menundukkan orangtua, agar menjauhi ilmu shirnya itu? Terimakasih atas jawabannya.

Wassalam,

SMS dari 085655421xxx

JAWAB

Amar makruf nahi mungkar menjadi kewajiban setiap Muslim, terhadap siapa saja. Bahkan nahi mungkar terhadap kedzaliman raja justru dianggap sebagai pahlawan. Dalam sebuah hadits disebutkan:
"Thariq bin Syihab meriwayatkan, bahwa ada seorang lelaki menanyakan kepada Nabi Saw peri­hal jihad yang paling utama. Maka jawab beliau: Omongan yang benar di hadapan penguasa yang dzalim. "
(HR Nasai)
Hadits ini diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad, Thabrani dan Bukhari dalam Mustadrak Imam Hakim.

'Perkatan yang benar', maksudnya adalah te­guran kepada penguasa yang dzalim. Maka tegur­an anak kepada orangtuanya yang bermain sihir itu adalah sama dengan teguran seorang kepada raja. Dengan sedikit analogi, bahwa orangtua bagi seorang anak adalah penguasa. Maka, kalau dia bersalah anakpun harus menegurnya. Alasannya cukup jelas, bahwa antara hak dengan batil tidak ada kompromi. Bahkan menjauhi kemungkaran atau mejauhi orang yang berbuat mungkar, termasuk salah satu caranya adalah teguran (nahi mungkar).

Diriwayatkan, bahwa ketika perang Tabuk banyak orang yang tidak mau turut berperang, dan tidak mau menyumbangkan dananya untuk berperang dihukum oleh Nabi dengan tidak ditegur sapa, bah­kan menyuruh kaum Muslimin untuk tidak menyapa mereka selama sebulan. Demikian, sebagaimana diisyaratkan Allah dalam al-Quran surat at-Taubah ayat 83:
فَإِنْ رَجَعَكَ اللَّهُ إِلَىٰ طَائِفَةٍ مِنْهُمْ فَاسْتَأْذَنُوكَ لِلْخُرُوجِ فَقُلْ لَنْ تَخْرُجُوا مَعِيَ أَبَدًا وَلَنْ تُقَاتِلُوا مَعِيَ عَدُوًّا ۖ إِنَّكُمْ رَضِيتُمْ بِالْقُعُودِ أَوَّلَ مَرَّةٍ فَاقْعُدُوا مَعَ الْخَالِفِينَ
(83) Maka jika Allah mengembalikanmu kepada suatu golongan dari mereka, kemudian mereka minta izin kepadamu untuk keluar (pergi berperang), maka Katakanlah: "Kamu tidak boleh keluar bersamaku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. Karena itu duduklah bersama orang-orang yang tidak ikut berperang".
[QS. at-Taubah (9): 83]
Setelah Nabi Muhammad saw selesai dari peperangan Tabuk dan kembali ke Madinah dan bertemu segolongan orang-orang munafik yang tidak ikut perang, lalu mereka minta izin kepadanya untuk ikut berperang, Nabi Muhammad saw dilarang oleh Allah untuk mengabulkan permintaan mere­ka, karena mereka dari semula tidak mau ikut berperang.

Baik dalam tafsir Ibnu Katsir maupun Thabari menyebut­kan, bahwa tindakan Nabi saw seperti itu sebagai hukuman (ta'zir) serta mencela sikap mereka (taubikh). Dianalogikan kasus di atas dengan sikap Nabi ini, kami rasa tidak terlalu jauh. Dalam arti sama-sama untuk membuat jera dan mem­protes sikap yang tidak baik itu. Hal seperti itu pernah juga dilakukan Nabi Ibrahim terhadap ayahnya, Azar sebagai protes atas perbuatannya yang membuat dan menyembah patung.
Agaknya tidak terlalu jauh dianalogikan juga dengan apa yang dituturkan dalam surat Luqman ayat 15 perihal orangtua yang mengajak anaknya untuk berbuat syirik dan anak diserukan untuk menolaknya. Namun, dalam hubungannya tetap harus harmonis.

Sementara tentang ucapan 'kafir' dari orangtua terhadap anaknva karena anak tidak patuh kepadanya dalam hal yang tidak baik itu, tidaklah benar. Apalagi, bahwa apa yang dila­kukan orangtua justru ilmu sihir, yang oleh al-Quran maupun hadis Nabi saw dinilai sebagai kafir dan merusak iman dan tatanan sosial (QS al-Baqarah: 102).

Rasulullah saw bersabda:
Abu Hurairah ra, meriwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda.
"Jauhilah tujuh perkara yang merusak."
Para sahabat bertanya:
"Apa saja tujuh perkara itu, ya Rasulullah?"
Jawab­nya:
"1. Syirik kepada Allah, 2. Sihir, 3. Membunuh orang yang tidak bersalah yang jelas-jelas diharamkan Allah kecuali den­gan alasan yang benar, 4. Makan riba, 5. Makan harta anak yatim, 6. Lari dari medan perang, dan 7. Menuduh dengan tuduhan jahat terhadap perempuan-perempuan mukmin yang selalu menjaga diri lagi takut terhadap perilaku maksiat.
(HR Bukhari dan Muslim)
Lalu bagaimana cara mengingatkan orangtua agar berhenti dari sihir dan kembali ke jalan yang benar? Kalau mungkin, ya diajak mengkaji firman-firman Allah dan hadits Rasul, khususnya yang berkenaan dengan ilmu sihir seperti dise­butkan di atas. Dan ini memang tidak mudah. Dan last but not least adalah berdoa dan bermunajat kepada Allah untuk memintakan hidayah bagi orang tua.

No comments:

Post a Comment