Thursday, September 9, 2010

Titik Nadir Sebuah Kesabaran

Hj Mastifah Basar


Kesabaran tingkat tinggi, be­gitu Mastifah Basar selalu dikenang. Gaya memimpin yang mengayomi masih me­lekat di sanubari para murid dan kademya hingga sekarang. Sifat ini terus terpatri di benak pengurus Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Jombang. "Bu Basar itu orangnya tut wuri handayani. Mengayomi dengan kesabarannya," tutur Ketua Aisyi­yah Jombang sekarang, M Priantini Ali.

Hj Mastifah Basar, yang akrab dipang­gil 'Bu Basar', wafat di ICU RS umum Jombang, Sabtu 5 Juni 2010. Banyak warga Aisyiyah dan murid-muridnya yang kaget dan segera melayat ke rumahnya. Lahir di Jombang, 10 Juli 1945, Mastifah melewatkan masa kecilnya sebagai anak rakyat biasa. Ayahnya, H Tobroni adalah seorang penjahit di Kauman Selatan. Ibunya, Hj Antimah, seorang ibu rumah tangga biasa.

Sang ayah ternyata yang memberi inspirasi Mastifah untuk bergelut di orga­nisasi. "Ikut organisasi adalah atas dasar dorongan sang Ayah. Sebagai penjahit. Tobroni memang Bering bersentuhan dengan orang-orang besar di Jombang se­hingga dia berangan-angan kelak anaknya harus aktif beroganisasi biar menjadi orang besar dan bermanfaat bagi orang lain," begitu urai anak pertamanya, Pribadi Nurhuda (43).

Mastifah kemudian begitu yakin de­ngan pesan ayahnya, dan sejak 1964 me­mutuskan bergelut di Nasyiatul Aisyiyah (NA), organisasi perempuan remaja sayap Muhammadiyah. Menempa perjuangan bersama NA ini tidak surut, meski tahun tahun itu merupakan masa mencekam bagi organisasi keagamaan terkait kuatnya ba­nalitas fanatisme komunis yang atheis.

Mastifah tidak gentar. Dia terus gigih bertahan di organisasi sampai ke­mudian masuk di Aisyiyah tahun 1987. Bukti kegigihan Mastifah terpatri di benak murid-muridnya yang kini juga menggan­tikannya sebagai Ketua PDA Jombang. Menurut cerita, yang menghidup-hidupi pengajian al-Quran di masjid besar yang terletak di alun-alun Jombang adalah 'Bu Mastifah', meneruskan Ketua PDA Aisyi­yah sebelumnya Hj Zahroh Hambali. "Bu Basar adalah guru yang sabar bagi saya. Dan mudah memahamkan, setiap bacaan al Qur'an beliau teliti," tegas M. Priantini Ali yang menjadi muridnya.

Tidak hanya di Aisyiyah Mastifah menempa kegigihan berjuang. Dia juga pernah bergelut di organisasi bentukan Orde Baru, menjadi Ketua Dharma Wa­nita Kecamatan Ploso tahun 1985-1986, Ketua I Dharma Wanita Depag Kabu­paten Jombang tahun 1987-1990, Ketua Dharma Wanita Kecamatan Mojowamo tahun 1990-1993, Ketua Dharma Wanita KecamatanMojoagung tahun 1993-1995, clan Seketaris Dharma Wanita Depag Ka­bupaten Jombang tahun 1995-1997.

Ada kisah yang mencirikan kader Muhammadiyah tentang aktif di organisasi pemerintah ini. Selain penyabar, Mastifah orangnya lebih kompromis dalam me­nyikapi rezim Orde Baru. Semasa orde baru, memang ada tantangan berat bagi organisasi kemasyarakatan. Aisyiyah yang merupakan sayap perempuan Muham­madiyah tentu juga mendapat tekanan. Namun, sikap Mastifah lebih memilih kompromis dengan mengurangi kegiatan ber-Aisyiyah karena masuk ke Darma Wanita. Ini merupakan strategi taktik yang banyak dilakukan kader Muhammadiyah masa itu. Meski sebagian juga ada yang gigih berkonfrontasi dengan rezim. "Bu Mastifah orangnya lebih kompromis," tutur Priantini mengisahkan.

Sikap kompromis ini temyata tidak berlaku selamanya. Setelah rezim Orde Baru tumbang lewat reformasi yang dige­rakkan Muhammadiyah, maka Mastifah pun kembali ke barak, Aisyiyah, untuk meneruskan langkah juang. Konsistensi dalam berjuang di organisasi ini menghan­tarkannya menjadi Ketua PDA Jombang tahun 2000-2010.

Selain di organisasi, perempuan ini juga melabuhkan diri di dunia pendidikan. Menjadi guru adalah pilihannya. Hampir semua sekolah di Jombang pernah dia jelajahi mulai dari SNIP hingga SMK, sampai kemudian dia terangkat menjadi PNS Guru Depag Jombang. Maka tak heran dalam jabatan organisasi, dia diper­caya untuk memperjuangkan pendidikan. Pada tahun 1995-2000 Mastifah dimandat menjadi Ketua Majelis Dikdasmen PDA Jombang.

Kini, Mastifah telah tiada. Meninggal­kan lima anak dan suami. Penerusnya, M Priantini Ali dan ibu-ibu yang lain siap meneruskan juang. Dengan 13 Cabang Aisyiyah dan 23 Ranting yang ada, turba pengajian dan penyadaran buta huruf se­makin digiatkan. PDA Jombang juga terus memompa kota santri itu dengan dakwah modem. Selamat jalan Bu Mastifah.

No comments:

Post a Comment