Judul buku:
Dari Puncak Bagdad, Dunia Versi Islam
Penulis:
Tamim Ansary
Penerbit:
ZAMAN, Jakarta
Tebal:
588 halaman
Bila kita membuka buku sejarah dunia, hampir dipastikan kita hanya menemukan sejarah yang bersudut pandang Barat. Seakan telah menjadi standar baku bahwa rangkaian sejarah bermula Bari Lembah Nil dan Mesopotamia, melalui Yunani dan Roma lalu Revolusi Prancis, hingga bangkitnya negara sekuler dan kejayaan demokrasi. Bila kemudian hares melewati kawasan Islam, maka Islam hanya akan tercatat sekilas.
Namun, semua itu harus kita maklumi. Maklum, karena sejarah dunia selama ini yang banyak dibaca dan diajarkan di sekolah-sekolah - termasuk sekolah Islam - adalah sejarah dunia versi Barat. Dalam sejarah versi Barat, Islam yang pemah menjadi pusat peradaban selalu dianggap tidak memiliki peran dalam pembentukan sejarah dunia. Bila kemudian Islam masuk dalam narasi sejarah versi Barat tersebut, biasanya digabung dengan peradaban lain yang dianggap pinggiran.
Semua itu terjadi, menurut Tamim Ansary, tidak lepas Bari masih bertahannya semangat "Perang Salib". Meskipun is telah berakhir sejak tahun 1291, tatkala Tentara Salib lari kocar-kacir meninggal¬kan dunia Islam setelah diusir oleh pasukan Mamluk Mesir, namun sisa-sisanya di Eropa terns bertahan. Spirit itu menjadi bagian dari motivasi Barat untuk bepergian ke dunia Timur untuk menjelajah dan menjajah (hal. 325-327).
Tidak cukup dengan itu, Barat juga berusaha mengingkari fakta autentik peran Islam dalam membangun peradaban mereka. Perjumpaan pelaut Barat bernama Marcopolo dengan negeri China telah menjadi cerita yang menarik. Namun, menurut Tamim Ansary, pengembaraan Marcopolo dan kelompoknya
ke China sebagai sebuah gerombolan anomali, di mana orang Eropa sendiri terheran-heran dengan keberhasilan Marcopolo dalam mengenal dunia Timur (China) itu sambil bertanya "bagaimana mereka berhasil sampai ke sana dan kembali lagi".
Padahal sangat mungkin Barat tidak akan menjadi peradaban besar jika tidak pernah bersentuhan dengan Islam. Diceritakan oleh Tamim Ansary, selama Zaman Kegelapan, nyaris tak ada orang di Eropa yang tahu cara membaca kecuali kaum rohaniawan. Ketrampilan inipun semata-mata untuk keperluan membaca Alkitab dan melakukan kebaktian. Di antara orang-orang Kristen Jerman, pada masa Charlemagne misalnya, para rohaniawan menghormati bahasa Latin, bahasa yang dianggap sebagai bahasa yang diucapkan Tuhan. Sehingga mereka khawatir bila bahasa Latin mereka buruk, Tuhan tidak akan mengerti doa-doa mereka.
Baru pada abad ke-12, para sarjana Kristen yang mengunjungi Andalusia Muslim secara tak sengaja menemukan terjemahan Latin dari terj emahan Arab atas teks-teks Yunani: Aristoteles dan Plato. Kebanyakan karya-karya itu mereka peroleh di Toledo, tempat berkembang-pesatnya industri penterjemahan. Dari Toledo itulah, buku-buku masuk ke wilayah Eropa Barat.
Karya-karya berbahasa Arab yang ditemukan di Andalusia mencakup banyak komentar filsuf Muslim: Ibn Sina dan Ibn Rusyd. Tulisan mereka ini terfokus pada "rekonsiliasi filsafat Yunani dengan wahyu Islam".
Orang Kristen pun tidak terlalu tertarik pada pencapaian itu, sehingga mereka melucuti apa yang telah ditambahkan kaum Muslim pada karya Aristoteles dan lain-lain, serta mulai bekerja menggali filsafat Yunani untuk diperdamaikan dengan wahyu Kristen. Dari upaya itu muncullah epik filsafat "skolastik", dan hubungan muslim dengan karya-karya Yunani kunopun dihapus dari memori budaya Eropa (hal. 331-333).
Mencermati buku ini, banyak bagian dari sejarah dunia (versi Barat) yang masih layak untuk didiskusikan, bahkan diperdebatkan. Karya Tamim Ansyari ini dapat dikata sebagai penyeimbang atas sejarah dunia versi Barat selama ini. Sejarah dunia versi Islam ini benar-benar memberi informasi lain yang selama ini tampak disembunyikan secara tidak sportif oleh Barat. Tamim Ansary berhasil menguraikan titik-titik penting sejarah dunia Islam dengan cara yang menyenangkan, mengalir seperti cerita yang seru, dengan bahasa yang mudah dimengerti. Penulis ini juga mampu mengurai sejarah 1.500 tahun terakhir dari perspektif yang amat sering diabaikan Barat.
[Madbary, aktivis IMM Universitas Muhammadiyah Gresik]
No comments:
Post a Comment