Friday, September 17, 2010

Tragedi Moral Video Murahan

Sudah sebulan lebih rakyat Indonesia dihebohkan dengan skandal video porno tiga artis: Nazriel Irham alias Ariel, Lu­na Maya, dan Cut Tari. Video tersebut dinilai oleh banyak kalangan sebagai tragedi moral yang dapat mempengaruhi perilaku buruk anak-anak Indonesia.

Perkembangan teknologi internet seakan menjadi pemercepat kemasy­huran video murahan tersebut. Sebab, video ini tidak lagi menjadi konsumsi dalam negeri, yang ujungnya membuat Indonesia ikut tersudut di belahan dunia intemasional. Di dunia maya, topik ini menjadi pembicaraan panas (trending topic) di Twitter. Kata kunci 'Ariel Pe­terporn' terus bertahan di posisi teratas selama Sembilan jam.

Ironisnya, tidak sedikit media In­donesia yang secara tidak langsung justru menjadi produsen yang memarakkan gelora syahwat publik. Hampir setiap hari media-media ini menyuguhkan sensasionalitas wajah sejumlah artis tersohor yang prnah dikencani oleh vokalis band 'Peterpan' ini. Tak ayal, gemuruh isu ini seolah menghipnotis semua kalangan, tak terkecuali anak-anak.

Seiring dengan maraknya pembe­ritaan video porno tersebut, berbagai kasus asusila menambah panjang deret kriminalitas terhadap anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan telah menerima 33 laporan pemerkosaan terhadap anak-anak hanya dalam 10 hari. Pemerkosaan dipicu oleh video mirip Ariel. "Semua pelaku berusia 16-18 tahun, dengan korban berumur 4-12 tahun," demikian bunyi laporan KPAI.

Hipnotitas video ini pula yang mendorong Presiden Republik Indone­sia, Susilo Bambang Yudhoyono harus turun tangan. Dalam sambutannya di peringatan Hari Anak Nasional (HAN), dia menyatakan kasus video Ariel ini adalah tragedi moral yang sangat men­coreng muka bangsa, (23/7). Keluhuran dan kewibawaan masyarakat sebagai sebuah bangsa yang berperadaban di­permalukan oleh perilaku yang kerap dilakukan oleh makhluk tak berakal tersebut. "Saya berharap agar kasus ini dapat diambil pelajaran dan hikmahnya. Dan para pelakunya juga harus diberi hukuman yang setimpal," kata SBY.

Sikap tegas pun ditunjukkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketua MUI bidang Fatwa, KH Ma'ruf Amin, menyatakan, kasus ini harus dijadikan momentum bagi pemerintah untuk lebih tegas menindak kasus pornografi karena dampaknya sudah sangat berbahaya ke masyarakat luas. Selain melakukan pemblokiran situs-situs porno dan menutup setiap warung internet yang menyediakan akses membuka sites porno, pemerintah harus benar-benar tidak kompromi dengan semua pihak yang terkait dengan pomografi.

Video tersebut tidak hanya mem­bawa dampak buruk bagi moral anak bangsa. Dalam jangka panjang, kasus ini akan sangat menghambat berjalannya proses pendidikan berkeutuhan yang digalakkan bangsa ini. Kasus video seakan menjadi tantangan berat bagi ter­wujudnya pendidikan yang berdimensi tiga aspek: kognitif, psikomotorik, dan afektif untuk membentuk kecerdasan multigensi pada kepribadian anak. "Memugarnya pemberitaan video porno figur fenomenal ini membawa dampak buruk bagi pendidikan moral anak," begitu kata Ketua Dewan Pendidikan Jatim, Prof DR Zainuddin Maliki MSi.

Dalam konteks ini, tambah Zainud­din Maliki, semua stakeholder pen­didikan wakil membekali anak didik dengan kecerdasan spiritual. Untuk membendung anak dari segala bentuk perilaku menyimpang, anak tidak cukup dibekali dengan kompetensi kognitif saja. "Namun, juga perlu ditanamkan aspek spiritualitas untuk membedakan mana yang harus dipelajari dan mana yang harus dijauhi."

Analisis lebih jauh dikemukakan oleh Wakil Ketua PW Muhammadiyah Jatim, KH Mu'ammal Hamidy Lc. Me­nurutnya, realitas video porno Ariel yang merebak di tengah masyarakat ini hanyalah satu dari banyak agenda protokol Yahudi yang sengaja ingin menghancurkan generasi muda Muslim. "Itu dapat dilihat dari beberapa teori dari psikolog Yahudi Sigmund Freud yang menjelaskan bahwa setiap manusia akan dipengaruhi oleh libido seksualnya. Melalui penayangan adegan-adegan seksual tersebut, sengaja generasi Islam ingin dibekukan pemikirannya," papar Mu'ammal.

Video porno 'karya' Ariel yang ter­sebar luas ini secara tidak langsung menunjukkan besarnya buta aksara moral di negeri ini. Masih adakah kepedulian negara untuk memberantasnya?

No comments:

Post a Comment