Tuesday, March 1, 2011

Intropeksi


Ada dua fenomena menarik dalam perjalanan bangsa ini. Satu sisi dikabarkan bahwa pembangunan bangsa dan negara ini telah mencapai peningkatan yang sangat berarti. Kemiskinan bisa diatasi karena bisa menahan laju pertumbuhan kemiskinan, pemberantasan korupsi tertangani dengan baik dengan bukti banyak kasus korupsi yang men­cuat ke meja hijau, dan sebagainya. Sisi ini tentu disuarakan oleh pihak pemerintah.

Sisi lain adalah kritik tajam dari banyak pihak yang juga merupakan elemen bangsa, yang isinya justru kebalikan dari apa yang dikuman­dangkan pihak pemerintah. Mereka menilai bahwa pemerintah sekarang `telah gagal' — atau paling tidak belum berhasil - bila diukur dengan target yang dibuat oleh pemerintah sendiri. Yang terbaru, sejumlah tokoh lintas agama menyuarakan jeritan rakyat yang kemudian dikemas dalam bait-bait kritik yang disampaikan kepada pemerintah. Sayangnya, kritik para tokoh agama itu direnspons negatif oleh pemerintah.

Silang pendapat itu kemudian menggelinding di masyarakat. Banyak masyarakat yang sepakat dengan apa yang dilontarkan oleh para tokoh agama itu. Lihat saja berbagai media massa yang memang menjadi jembatan suara rakyat, terus me­nyorot `pertikaian' itu dengan menurunkan berita serta opini masyarakat. Rakyat sangat mendukung kritik yang dilontarkan para tokoh agama, karena isinya memang dirasakan langsung oleh mereka. Bukan mengada-ada.

Kalau mau jujur, apa yang dilakukan oleh para tokoh lintas agama itu sesungguhnya merupakan puncak dari rasan-rasan rakyat. Bahwa kesulitan demi kesulitan terus mendera bangsa ini. Dari aspek ekonomi, sosial, bahkan politik. Sudah menjadi rahasia umum bagaimana pemerintah mengendalikan pereko­nomian negara ini dengan hanya berpihak kepada kalangan elite ekonomi yang jumlahnya hanya puluhan. Sementara rakyat yang jumlahnya ratusan juta dipinggirkan. Subsidi ber­bagai komoditas terus digerus, sementara suntikan `bantuan' terus dikucur kepada kaum konglomerat.

Tentu kita sebagai bagian dari bangsa ini bukan hendak memperlarut din dalam `perbedaan pendapat' itu. Yang hams kita lakukan adalah semua pihak hendaknya berintrospeksi diri. Bahwa kaum agama perlu tents melakukan introspeksi, sebagai bagian dari menjalankan ajaran agama masing­masing. Dalam Islam, jelas dikatakan oleh Rasulullah Muhammad saw bahwa hari ini hams lebih baik dari hari ke­marin, dan hari esok hams lebih baik dari hari ini. Dan, menyeru yang benar walau pahit juga menjadi filosofi yang hams dilakukan oleh para pemeluk agama, terutama para tokohnya (ulama). Dalam konteks ini, apa yang diserukan para tokoh lintas agama itu merupakan bagian dari amal yang hares mereka lakukan. Tinggal mengukur keikhlasan masing-masing yang tentu hanya bisa dilihat oleh yang bersangkutan dan Tuhan.

Pemerintah tentu juga perlu berintrospeksi. Pemerintah perlu menyadari bahwa kekuasaan yang dilimpahkan oleh rakyat ke­pada mereka adalah merupakan amanah. Tujuannya tentu sama­sama kita ketahui: mengayomi dan menyejahterakan rakyat dari berbagai sisi, dan menjaga keamanan dan keutuhan negeri ini, diantaranya dengan menegakkan hukum seadil-adilnya. Ketika kemudian kondisi rakyat semakin jauh dari tujuan bersama itu, tentu perlu ada yang mengingatkan. Dan ketika ada yang meng­ingatkan, tentu perlu dilihat sumbernya. Kalau kemudian yang mengingatkan adalah para tokoh lintas agama - dimana mereka menjalankan tugas keagamaan dan hendak bersama-sama menuju ke keadilan dan kesejahteraan bangsa - tentu itu hams ditangapi positif dan lapang dada oleh pemerintah.

Jadi, mari kita berbincang bersama, melihat kondisi rakyat bersama, dan senyum bersama. Insya Allah negeri ini akan dilimpahi rahmat-Nya.

No comments:

Post a Comment