Oleh: Iman Supriyono
McDonalds Plaza Marina, Desember 2010. Begitu berjabat tangan dan mengucap salam, saya langsung menuju tempat parkir. Tidak seperti saat saya masuk, jalan akses menuju tempat parkir di belakang plaza sangat sepi. Lampu-lampu sudah dimatikan. Petugas parkir sudah tidak ada.
Suasana lengang ini makin terasa begitu sampai di mobil. Halaman parkir yang luas sudah kosong. Satu-satunya yang masih tersisa adalah mobil saya. Jalan keluar halaman parkirpun sudah terkunci. Maka, setengah jam lebih saya butuhkan untuk mencari dan meminta bantuan petugas jaga untuk membuka pintu dan akhirnya bisa keluar dan tempat parkir.
Jam tangan menunjukkann pukul setengah dua dini hari saat mobil yang saya kendarai keluar dari tempat parkir. Ini tidak lain karena keasyikan ngobrol dengan seorang kawan pebisnis pulsa seluler. Duapuluh lebih outlet pulsa hand-phone yang dimilikinya membutuhkan sesuatu untuk menjadi lebih besar. Diskusi di sebuah plaza kota Pahlawan yang asyik sampai dini hari tidak lain adalah bentuk keseriusan kawan itu untuk berkembang.
***
Hari-hari ini dunia teknologi informasi di tanah air diramaikan oleh `pertengkaran' antara Menkominfo dengan BlackBerry. Menkominfo mengancam untuk memblokir produk laris dari RIM Kanada itu. Alasannya, RIM dianggap tidak mau mengikuti aturan yang ada. RIM diang¬gap tidak taat.
Komentar berbagai media luar biasa sera. Di jejaring sosial internet, komentar pro-kontra bertubi-tubi. Koran, TV, radio.... semua asyik membicarakannya. Ini yang membuat saya jadi tertarik untuk mencari informasi yang lebih detail tentang RIM.
RIM didirikan di Kanada pada tahun 1984 oleh Mike Lazaridis. Entrepreneur kelahiran Turki ini memulai debut bisnisnya dengan membuat pager dua arch bersama Ericsson. Produk pertamanya diluncurkan pada tahun 1998 dengan dukungan sebuah perusahaan modal ventura Kanada. Dibutuhkan waktu 14 tahun untuk menghasilkan sebuah produk.
Kini Mike telah sukses membawa RIM menjadi
produsen piranti telekomunikasi modern Black-Berry. Hingga kini gadged yang dikenal dengan sebutan BB ini telah melayani lebih dari 40 juta pelanggan di 175 negara. Pada tahun 2010 saja, RIM berhasil menjual 37 juta unit BB. Tahun lalu RIM mengantongi omset USD 15 Miliar (Rp 140 Triliun lebih) dengan asset USD 10 Miliar (Rp 90 Triliun lebih). Bandingkan dengan raksasa operator seluler Telkomsel yang beromset Rp 40 Triliun dan beraset Rp 59 Triliun. RIM jauh lebih besar. Pantesan aja Menkominfo sampai hams `bertengkar' dengan raksasa telekomunikasi Kanada ini.
***
Dengan 20 outlet lebih yang gedungnya sudah banyak dimiliki sendiri, prestasi kawan ngobrol di McD ini sudah luar biasa. Omset bulanan sudah dalam bilangan milyar. Uang sudah di ta- ngan. Mobil dan rumah bagus sudah bisa dibeli. Perjalanan ke luar negeri juga bukan lagi barang mewah. Maka, malam itu fokus pembicaraan adalah bagaimana mencapai sesuatu yang lebih baik. Bukan lagi sekedar mencari uang. "PR"
yang lebih penting adalah ber¬investasi dengan membangun sistem manajemen yang bagus untuk bisa menjadi landasan `naik kelas'. Menjadi sebuah perusahaan bergerak di sektor terkait seluler berkelas nasional seperti Telkomsel atau bahkan berkelas dunia seperti RIM.
Masalahnya, saat ini hampir seluruh waktunya sudah penuh dengan rutinitas bisnis. Mengelola puluhan ribu transaksi harian tenth saja sangat rumit. Apalagi keputusan-keputusan penting masih dipe¬gangnya sendiri. Tidak ada waktu untuk membuat sistem manajemen yang dibutuhkan untuk `naik kelas'. Di sinilah kawan ini membutuhkan bantuan pihak lain. Dini hari itu saya yang siap membantu sedang mencari titik temu. Harapannya, kawan ini akan sekelas Lazaridis. Naik kelas. Bedanya, sebagai warga negara, tenth saja kawan ini akan taat aturan dan taat pajak. Supaya Pak Menkoninfo ndak perlu bertengkar dengan RIM. Bisa! Anda juga bisa!
No comments:
Post a Comment