Tuesday, March 22, 2011

Masuk Islam, Perempuan Lebih Aman

Meski selalu dicitrakan negatif oleh kebanyakan media Barat, warga yang masuk Islam di Inggris dan AS dalam satu dekade ini meningkat pesat. Sebagian besar adalah kaum perempuan yang merasa aman dan damai dengan mengenakan jilbab.

Publik Inggris dihebohkan oleh pengakuan adik ipar mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, Lauren Booth, yang memutuskan menjadi Muslimah, (24/10). Perubahan haluan agama penyiar dan jurnalis 43 tahun ini terjadi setelah mengunjungi komunitas Muslim di kota Qom, Iran. "Sekarang Saya tidak makan babi lagi dan saya membaca al-Quran setiap hari," kata Booth.

Lauren Booth seakan menjadi potret banyaknya perempuan kulit putih ter¬didik di Inggris yang cenderung masuk Islam dibandingkan dengan kelompok lain. Sebuah penelitian di Inggris baru-baru ini bahkan mengungkapkan, perempuan memiliki afiliasi lebih kuat kepada agama dibandingkan pria. "Dengan mengenakan pakaian yang sederhana, termasuk pakaian jilbab, tak lagi tergantung bagaimana Anda melihatnya," kata Harga, mantan peneliti di pusat penelitian untuk Kebijakan Migrasi. "Sekarang sudah bebas dari sebuah pandangan bahwa jatidiri Anda ditentukan oleh ukuran baju Anda."

Sementara peneliti dari Swansea University, Inggris, Kevin Brice, mengatakan, ada sekitar 60 persen berbanding 40 persen yang mendukung perempuan masuk Islam. Mereka cenderung menampilkan `profil pendidikan yang lebih baik' daripada populasi rata-rata. Setiap perempuan kulit putih yang masuk Islam punya cerita yang berbeda, tapi memiliki satu tema yang sama yaitu persepsi bahwa Islam menawarkan perlindungan terhadap perempuan dan memberikan rasa identitas yang pasti.

Masih menurut Brice, jumlah orang yang masuk Islam telah meningkat justru karena liputan media yang sering bernada negatif terhadap Islam. Menariknya, dengan itu mereka mendengar banyak hal tentang Islam, ingin mengetahui lebih lanjut, dan akhirnya tertarik masuk. "Ada bukti anekdotal bahwa setelah tahun 2001 (serangan World Trade Center) dan 7 peristiwa pemboman, ada peningkatan jumlah orang yang masuk Islam," katanya.

Lembaga pengkajian Faith Matters mengungkapkan, dalam sepuluh tahun terakhir jumlah kaum Muslim di Inggris meningkat dua kali lipat. Selama 2010 lalu saja tercatat sekitar 5.200 orang masuk Islam. Kajian itu juga menyimpulkan, dua pertiga di antara yang masuk Islam itu adalah perempuan, dan lebih 70 persen berasal dari kulit putih dengan usia 27 tahunan.

Fenomena yang hampir sama juga terjadi di negeri Barack Obama. Menurut sebuah sensus, jumlah warga Amerika Serikat yang menyatakan diri sebagai Muslim telah bertambah dua kali lipat terhitung dari 1990 hingga 2008. Peningkatan nyata ini tentu berim¬bas pada perubahan wajah kota, sebagaimana yang terjadi di distrik Utica, New York. Bekas gereja Methodis yang berubah menjadi Masjid di sudut jalan Court Street, hingga pasar Arab di James Street, membuat Islam kian terlihat.
Namun, informasi tidak akurat dan minimnya pengetahuan warga AS tentang wanita Muslim dan kehidupan mereka secara keseluruhan, ternyata dapat membuat pemeluknya mengalami penghinaan dan sikap diskriminasi. "Orang-orang tak tahu bagaimana membedakan agama dan budaya," ujar Maysoon Otabi, muslimah 40 tahun. "Beberapa orang berpikir itu ajaran agama, padahal bukan. Apa yang terjadi di Afghanistan dan beberapa area lain berhubungan dengan budaya mereka dan tak ada kaftan dengan Islam," katanya menegaskan.

Stereotip itu pun memasukkan wanita Islam dalam peran-peran yang tak ada dalam ajaran mereka, bahkan belum tentu dilakukan oleh yang ber¬sangkutan. "Wanita-wanita kami juga pergi kuliah, memiliki gelar dan profesi seperti dokter, guru, bahkan guru besar di kampus," papar Otaibi, sembari meyesalkan adanya diskriminasi oleh kelompok nonmuslim.

No comments:

Post a Comment