Tuesday, September 7, 2010

Muhammad Fuad Faqih: Kisah Ketekunan Aktivis Tulus

LAHIR:
Gresik, 13 Agustus 1940

PENDIDIKAN :
SD NU Bubutan, Surabaya.
SMP Kepanjen, Surabaya.
SMA 05 Wijaya Kusuma.
Unmuh Surabaya.

ISTRI:
Hj Aminah at-Tamimi (63)

ANAK:
Fauzah (37)
Feriyal (36)
Fahhad (33)
Fairuz (31)
Firzah (25)

MOTTO :
Jalani hidup penuh ibadah dan pantang menyerah

KARIR :
Wakil Bendahara PWM Jatim (1968-1995)
Sekretaris PW Pemuda Muhammadiyah Jatim
Ketua Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah Surabaya
Personalia di Universitas Muhammadiyah Surabaya
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Komisariat FIAD UMS

 ***
Tekun dan sabar. Itulah kesan paling menonjol Bari sosok pria kelahiran 13 Agustus 1940, yang pernah beberapa kali masuk dalam jajaran Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur semasa kepemimpinan KH Mohammad Anwar Zain. Ia memang bukan orang panggung. sehingga namanya kurang dikenal di kalangan generasi muda saat ini. Namun ketidakpopuleran¬nya tidak mengurangi peran pentingnya dalam menata Persyarikatan.

"Ketika menjadi wakil bendahara, beliau bukan hanya dikenal tekun menata keuangan PWM, tapi juga sabar menyertai ke mana pun Pak Anwar Zain pergi berceramah," ujar Drs Nur Cholis Huda MSi memberi kesaksian. Sayangnya, ia sendiri tidak pernah memberikan ceramah.

Kendati demikian, sejak dulu pekerjaannya memfasilitasi penceramah untuk memberi pengajian keliling. "Kalau dulu yang dikawal Ketua PWM Jatim Pak Anwar Zain. Kini ganti mengawal Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah Surabaya, yang tak lain adalah istrinya sendiri, Hj Aminah at-Tamimi," tambah Wakil Ketua PWM Jatim itu. Fuad merupakan satu-satunya alumni FIAD (Fakultas Ilmu Agama Jurusan Dakwah, kini menjadi salah satu jurusan dalam FAI Unmuh Surabaya), yang tidak bisa ceramah.

Ketekunan Pak Fuad, -- panggilan akrab Muhammad Fuad Faqih, masih melekat hingga kini. "Sebagai agen Majalah SM, beliau setia melayani pelanggan walau hanya sedikit permintaan. Bukan hanya itu, kalau ada pelanggan pesan buku, juga diantarkan ke rumah," kata Nur Cholis.

Pak Fuad, berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya, Faqih (alm) adalah seorang penjahit, dan Ibunya, Solhah (alm) hanya seorang ibu rumah tangga. Sosok Faqih ayahnya, adalah salah satu dari tiga warga Muhammadiyah yang ada di desanya. Maka tak heran jika pendidikan dasar putranya ini ditempuh di SD NU Sedayu, Gresik.

Ia merupakan tujuh bersaudara. Akan tetapi, kini hanya dia dan adiknya yang masih diberi nikmat hidup oleh Allah swt. Ayahnya wafat ketika dirinya masih kecil, dan ibunya menyusul sewaktu dia duduk di SMA. Tetapi, kondisi itu tak menjadikannya patah arang. Awal riwayat pendidikannya pun dilaluinya dengan tertatih-tatih, dengan mengandalkan biaya pendidikan dari kakak-kakak iparnya. Namun, dia tetap merasa beruntung karena bisa menikmati pendidikan. Lazimnya anak kampung, pria kelahiran Sedayu, Gresik ini berjalan kaki menuju ke sekolah ramai-ramai bersama teman-teman sekampungnya.

Sebelum lulus SD, ia pindah ke Surabaya mengikuti kakak iparnya yang meneruskan pekerjaan menjahit ayahnya di Jalan Kyai Haji Mas Mansyur, Gardu Listrik Lawas Daerah Ampel. Pendidikannya diteruskan di SD NU Bubutan. Surabaya. Tapi karena jarak antara tempat tinggalnya dengan SD NU Bubutan begitu jauh, tak jarang ia harus lari mengejar dan menaiki Trem (kereta api dengan energi uap) sampai Pos Besar Kebon Rejo, kemudian naik Trem dengan energi listrik menuju sekolah dimaksud.

Ayah dari satu putra dan empat putri ini punya kenangan menarik dan menantang saat menempuh pendidikan di SMP Katolik, Surabaya. Ia pemah berdiri di atas bangku sekolah, menantang guru di depannya yang sedang memimpin do'a layaknya umat Kristiani. Juga pernah meludahi Pastor yang sedang lewat di depannya dengan congkak, sampai is diskors dan mau dibawa ke Kepasturan.

Kenangan 'nakal' tersebut menurutnya tidak lain karena ayah dari Fauzah (37) ini berhasrat kuat supaya guru-guru di SMP-nya lebih menghormati umat yang beragama lain. Sehingga dalam ruang lingkup pendidikan pun tercipta sikap saling toleran dan menghormati keimanan masing-masing.

Ketika lulus SMA 5 Surabaya, ia tidak langsung melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, melainkan bekerja sebagai distributor beras bagi PNS di berbagai daerah di Jawa Timur di antaranya Madura, Banyuwangi, dan Probolinggo. Pekerjaan ini dijalani selama tujuh tahun lebih. "Daripada nganggur habis SMA, lebih baik saya buat kerja untuk biaya hidup dan persiapan daftar kuliah," tutur pria berkaca mata ini.

Beberapa tahun kemudian, ia masuk FIAD. Padahal sebenarnya ia lebih tertarik menjadi Angkatan Darat. "Sebenarnya saya sudah diterima di Akademi Angkatan Darat dan Angkatan Udara. Tetapi, karena saya anak laki-laki sendiri dari tujuh bersaudara, maka seamua saudara saya tidak mengizinkan," tuturnya.

Mungkin karena garis hidupnya dijalani dengan ikhlas dan mengalir, akhirnya berkah pun datang pula. "Bukan hanya ilmu yang saya dapat, istri juga saya temukan di FIAD," kenang pria yang pernah aktif di IMM ini sembari menjelaskan bahwa ketika kuliah, dirinya sering bolos, lantaran masih harus bekerja sebagai distributor besar tersebut. Selain itu, karena keaktifannya di IMM, Pak Fuad juga banyak belajar tentang tanggung jawab, kepemimpinan, dan berbagai materi keilmuan lainnya di luar yang diajarkan di bangku kuliah.

Mungkin faktor usia, ia banyak lupa akan tahun-tahun keterlibatannya di ortom-ortom dan Muhammadiyah. Bahkan untuk mengingat tahun kelulusannya sebagai sarjana muda pun hanya mengira-ngira. Pak Fuad pemah menjabat sebagai Sekretaris Pimpinan Pemuda Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, seperjuangan dengan Moeslimin BBA, Fathurrahman, dan Supardi.

Pernah pada sekitar tahun 1963, is bersama Sonhaji Bisri (alm) menjadi penjaga 'gawang' bagi masuknya kelompok PKI di Jalan KM Mansyur sehingga sering mempertemukannya dengan putra Mas Mansyur, Aunur Rofiq Mansyur yang terkenal berani menghadapi ancaman PKI. Di masa-masa pergolakan PKI di Surabaya saat itu, pak Fuad termasuk sosok pemberani. Setiap malam, waktunya ia habiskan untuk menjelajahi gang-gang dusun di sekitar jalan KM Mansyur, mengawasi siapa tahu ada kelompok PKI yang menyusup dan bersembunyi di sana.

Sementara itu, selain pemah menjabat Wakil Bendahara PWM Jatim di masa kepemimpinan Anwar Zein, juga setengah periode di kepemimpinan Abdurrahim Nur. Ia punya pengalaman menarik saat beberapa kali mendampingi Pak AR Fachruddin turba ke ranting-ranting. "Pak AR adalah sosok pimpinan bersahaja dan penuh wibawa. Sering turun ke cabang maupun Ranting. Kini belum ada lagi sosok pimpinan seperti beliau," jelas pria yang pemah menjabat sebagai Personalia di UM Surabaya di masa kepemimpinan Dr Suherman.

Di mata istrinya, pak Fuad adalah suami yang disiplin, teliti, dan penuh keikhlasan. Ia selalu menghadapi persoalan yang menimpa keluarga dengan sikap tenang dan sabar. Ketulusan hatinya tercelmin dari setiap nasehat yang diucapkan kepada anggota keluarga semua. Ia selalu siaga untuk mengkomunikasikan berbagai hal. "Pak Fuad punya waktu untuk bicara soal keluarga pada saat semuanya sudah lelap. Karena pada malam hari, keadaan sudah tenang dan bisa dibicarakan dari hati ke hati," tutur Aminah.

Sekarang, aktivitas pak Fuad dihabiskan untuk keluarga. Setiap hari mengantar dan menjemput cucu-cucunya pergi ke sekolah. Mengantar istri pada rapat-rapat Aisyiyah. Selain itu, pak Fuad juga terlibat aktif menjadi ta'mir Mushalla di kampungnya, Platuk Donomulyo, Surabaya. [nafi' m]

1 comment: