Thursday, March 10, 2011

KH. Abdullah Wasi’an, Sampai Lanjut Usia Tetap Semangat Berdakwah

Surabaya (SI ONLINE)-“Innalillahi wa Inna Illaihi Roji’un. Beliau, almarhum, sampai usia lanjut tetap semangat, serius dan energik dalam berdakwah dan menularkan ilmu perbandingan agama. Kita semua melihat dan merasakan, melalui dakwahnya, tidak henti-hentinya berupaya mempersiapkan pengganti, penerus bahkan barisan untuk menghadapi ancaman gerak Kristenisasi.,”

ungkap Drs. H. Muhammad Mansyur, aktivis Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) tinggal di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, seketika setelah mendapat khabar wafatnya KH. Abdullah Wasi’an, (Rabu 16 Februari 2011) lalu.

Pesan pendek (SMS) yang beredar mengkhabarkan wafatnya KH. Abdullah Wasi’an, dari para sahabat yang tinggal di Surabaya Yogyakarta bahkan Jakarta rata-rata senada; Kecuali menyebut waktu wafat setelah masuk waktu Dhuhur sekitar Pk 12.00 Rabu (16 Februari 2011), juga diantaranya menyebut; Almarhum adalah guru dan benteng Islam dari gerakkan Kristenisasi.

Drs. H. Muhammad Mansyur membenarkan, penguasaan Almarhum pada ilmu perbandingan agama sangat mengagumkan. Ilmu semua agama resmi di Indonesia, terutama Kristologi, sangat dikuasai bahkan agaknya lebih dari rata-rata orang yang beragama Kristen itu sendiri.

Disebut sebagai benteng Islam, jika melihat fisik Almarhum yang sudah renta, memang kedengaran seperti berlebihan. Tapi jika dilihat dari penguasaan ilmu perbandingan agama, dan semangat yang menjadikan tetap energik dalam berdakwah menularkan ilmu, menyebut Almarhum sebagai benteng Islam dari gerakkan Kristenisasi, adalah tidak berlebihan.

Dalam usia yang sudah lanjut, dengan fisik yang sudah sangat renta, KH. Abdullah Wasi’an masih mampu berdiri berjam-jam di mimbar. Tutur katanya santun, cenderung datar tidak meletup-letup seperti Almarhum KH. Bey Arifin, pendahulunya. Namun, yang disampaikan runtut, menjadikan yang mengikuti ceramahnya “betah” dari awal hingga akhir Almarhum turun dari mimbar.

Tidak dapat dilupakan, di Jawa Timur, pernah dikenal ada “Trio Mubaligh Masyumi” yaitu terdiri Almarhum KH. Misbach (Ketua Masyumi Jawa Timur, yang kemudian sebagai Ketua Perwakilan DDII dan Ketua Majelis Ulama Indonesia, di wilayah yang sama), kemudian Almarhum AW. Sujoso (aktivis Masyumi) dan Almarhum Anwar Zein (aktivis Masyumi yang kemudian menjabat Ketua Muhammadiyah Jawa Timur). Disamping itu, masih ada Almarhum Saleh Umar Bayasut dan Prof dr. HR. Daldiri Mangoendiwiryo, yang senantiasa memperkuat gerak dan langkah Trio ini.

Trio Masyumi, dalam setiap dakwahnya senantiasa memberi perlawanan pada faham komunis. Hingga komunis tidak ada di bumi Indonesia, namun diingatkan, fahamnya atheis tidak sama sekali mati. Menyusup ke berabagai wadah dengan mengenakan berbagai baju dan penutup, hingga semakin sulit untuk menghadapi, dan menuntut perhatian dan kewaspadaan ummat Islam secara serius.

Almarhum KH. Abdullah Wasi’an, tidak pernah jauh-jauh dari Trio Masyumi. Terlebih ketika Trio ini, melihat gerak kristenisasi senantiasa menjadi ancaman serius bagi masa depan Islam. KH. Misbach, memimpin perwakilan DDII ---yayasan yang didirikan Allahyarham Mohammad Natsir--- memiliki data akurat kegiatan Kristenisasi, yang rapi terencana baik di tingkat daerah, nasional maupun internasional.

Dari Masjid Al Falah

KH. Misbach, setelah berhenti sebagai Kepala Kantor Agama Propinsi Jawa Timur, terpilih sebagai penasihat Yayasan Masjid Al Falah. Masjid yang berdiri di jantung kota Surabaya sejak awal dasawarsa 1970-an. Dari masjid ini dibangun basis untuk memberi perlawanan terhadap gerak Kritenisasi.

KH. Abdullah Wasi’an, pernah bersama KH. Misbach di Kantor Agama Propinsi Jawa Timur, ditarik masuk dalam jajaran perlawanan terhadap gerak Kristenisasi ini. Di masjid Al Falah sejak tahun 1974, KH. Abdullah Wasi’an mendapat tugas memberi ceramah perbandingan agama di setiap usai Shalat Shubuh dan Maghrib.

Pengajian perbandingan agama di masjid Al Falah, segera menjadi pengajian yang sangat menarik perhatian. Tidak sedikit mubaligh di Surabaya dan daerah-daerah lain di Jawa Timur berdatangan bergabung, hingga membentuk Ikatan Mubaligh Muqoronatul-Adyaan (IMMA) yang kemudian berlanjut dengan berdirinya Kelompok Study Pemantapan Akidah (KSPA).

Dimulai dari masjid Al Falah, ilmu perbandingan agama bersumber dari Ustadz KH. Abdullah Wasi’an dengan cepat “menular” ke berbagai kota di Nusantara. Di antaranya Medan, Pekanbaru, Bukittinggi, Palembang, Lampung, Ujung Pandang (Makasar), Mataram, Ende/Flores dan di hamper semua kota di Jawa. Bahkan Jakarta, sering menjadi kota kunjungan mubaligh perbandingan agama dari Jawa Timur.

Dalam berbagai kesempatan, KH. Abdullah Wasi’an menunjuk ancaman Kritenisasi merupakan penderitaan bagi umat Muslim. Disitir Surat At Taubah (ayat 128); “Sesungguhnya sudah datang seorang Rasul, memiliki sifat prihatin (ikut merasakan sakit) terhadap penderitaan yang dialami umatnya dan sangat menginginkan (kebahagiaan) bagi umatnya…..”

KH. Abdullah Wasi’an telah berpulang ke haribaan Allah. Tidak ada satupun media cetak yang terbit di Jawa Timur memberi perhatian dan mengkhabarkan wafatnya “guru besar” perbandingan agama ini. Hanya pesan-pesan pendek di jaringan GSM dan CDMA yang beredar luas; mengajak memanjatkan doa dan Shalat Ghaib, agar Allah melimpahkan rahmad, dan maghfirah untuk Almarhum dan berharap agar meneladani semangatnya dan meneruskan dakwah dan perjuangannya di jalan Allah.

Sumber:
Suara Islam Online
suara-islam dot com /news/berita/nasional/2017-kh-abdullah-wasian-sampai-lanjut-usia-tetap-semangat-berdakwah

2 comments:

  1. Semoga Allah mengampuni seluruh kesalahannya dan membalas semua amal shalihnya serta menghimpunnya beserta hamba-hambanya yang shalih.

    ReplyDelete
  2. selamat jalan mbah kung...
    maaf cucumu belum bisa meneruskan perjuanganmu...

    ReplyDelete